20120928

Semua Ada Waktunya

-by mayachan-

Untuk sebagian orang, jatuh cinta adalah sesuatu yang menyenangkan, mengasikan, dan menarik untuk digeluti, tapi tidak untukku. Kenapa? Mungkin karena aku teralu sering gagal. Mungkin karena aku tidak punya bakat soal itu. Atau memang mungkin, aku belum bertemu dengan yang pas denganku. Semua terasa seperti omong kosong. Harapan palsu. Sesuatu hal yang benar-benar tidak cocok untuk kumiliki atau aku rasa.

 Jadi aku sedang membicarakan tentang seorang laki-laki di depan sana. Seseorang yang  sedang bermandikan keringat sambil berlari mengejar bola plastik kecil yang bergulir lancar di lapangan futsal sore itu. Kulitnya hitam karena sering terpapar sinar matahari, tinggi namun tidak berisi, dengan sorot mata yang tajam menatap lurus ke depan, tepat ke arah seseorang berbaju kuning dengan kuda-kuda , siap menjaga gawang, kapanpun bola ditendang. Kakinya dibentangkan jauh ke belakang lalu di ayun ke depan, tepat mengenai bola yang langsung melesat cepat melewat tangan kiper berbaju kuning tadi. Gol. Riuh teriakan setelah peluit berhenti, tepat saat permainan akhirnya dihentikan. Dia berhasil lagi, membawa kemenangan untuk kampusnya. Aku berdiri di balik tiang penyangga tribun penonton sambil bertepuk tangan ditambah lompatan-lompatan kecil saking senangnya.

Nandika.. namanya Nandika. Anak sekompleks denganku, lebih tepatnya teman masa kecil. Hanya teman.. itu pun di masa lalu. Tapi aku selalu bangga padanya. Aku senang melihatnya bermandikan keringat seperti itu. Aku senang saat dia berlari cepat mengejar bola dilapangan, aku senang dia yang gigih berlatih dan selalu siap menerima tanggung jawab sebagai kapten kesebelasan. Gigih, mau berjuang, demi cita-cita dan teman perjuangan.

Seorang perempuan berambut panjang dengan kaki yang jenjang menyodorkan sebotol air mineral yang tutupnya sudah terbuka setengah. Dika menerima sambil tersenyum pada perempuan itu, lalu meminumnya, setengahnya lagi ia banjurkan ke kepalanya. Dia berkata sesuatu kepada perempuan itu, seperti menggodanya. Perempuan itu hanya tertawa ringan lalu melemparkan handuk kecil dengan kasar, lalu berjalan pergi. Dika hanya tersenyum geli lalu mengejar perempuan tadi. Aku hanya bisa tersenyum juga menyaksikan itu, mengharapkan keajaiban, aku yang menggantikan posisi perempuan ini. Jabatan yang kuimpikan, menjadi kekasih dari atlet futsal ini.

Ini sudah kebiasaanku sehari-hari, seperti seorang stalker, mengikuti gerak geriknya kemana-mana. Sayang, dia tidak pernah menyadari keberadaanku, mungkin saja tidak akan pernah. Namun, namanya juga harapan seorang pemimpi seperti aku, semua kejadian dan penantian ini aku jalani dengan pasrah. Seperti seseorang yang berjalan pelan di atas bara, padahal panas dapat menyebar dalam waktu kurang dari 2 detik. Kunikmati setiap detik, panasnya telapak kakiku menginjak bara itu, panasnya hatiku ketika aku harus cemburu pada perempuan itu, yang aku yakin, rasanya aku masih punya sopan santun lebih baik dari pada perempuan itu. Aku tidak ingin mempertanyakan, kenapa dia memilih perempuan itu.. mungkin memang disinilah aku harus berdiri, dan disanalah dia harus berdiri juga.

Aku mengikutinya dari belakang, bersembunyi di balik pohon, lalu pindah ke pohon lain supaya bisa mengikuti Nandika dari jarak yang pas tanpa menggaggunya. Dia masih bersama perempuan itu.. namun perempuan itu nampak murung dan tidak menanggapi kata-kata Nandika. Dika terus mengejar perempuan itu, hingga akhirnya perempuan itu duduk di bangku tangan. Dika berbisik sesuatu, lalu pergi. Sepertinya pergi menuju sebrang jalan. Mungkin membeli minuman untuk si perempuan.. tapi tak apa, aku ikuti saja.

Laju kakinya yang jenjang sangat cepat, hingga aku berlari kecil mengejarnya, padahal dia hanya berjalan cepat, terburu-buru malahan. Rasanya lama kelamaan dia berjalan semakin jauh hingga aku tertutup kerumunan orang lalu kehilangan punggungnya untuk beberapa detik. Aku mencarinya, menoleh, kekanan ke kiri secara cepat, menyisir jalanan, lalu menemukannya kembali. Menemukan ia berjalan di tengah jalan, hingga sebuah bus melaju menghantam tubuhnya. Menyeretnya hingga beberapa meter.

Aku hanya terpaku, diam beberapa detik dari kejauhan. Darah. Darah itu terlihat sangat segar, mengalir, membasahi aspal menjadi kemerahan. selang beberapa detik, tubuhnya sudah tertutup kerumunan dan teriakan orang-orang sekitarnya. Beberapa orang berlari ke arah bus lalu terlihat marah-marah pada supir.
Aku berlari, mendekat ke arah kerumunan orang. Dimana dia... kemana dia... apa yang akan terjadi sesudah ini?

Aku menerobos kerumunan itu, lalu mendadak sepi, rasanya seperti berpindah ke tempat lain, aku tidak bisa mendengar suara kerumunan manusia tang terlihat ricuh, hingga aku melihat sosok nandika, yang secara tiba-tiba muncul didepanku. Dia menoleh, lalu terperanjat kaget. Begitu juga aku. Berarti.. sekarang... aku dan Nandika, ada pada dunia yang sama? Apa ini keajaiban yang aku nanti? Lalu pada akhirnya Tuhan memberi aku waktu untuk bersamanya?

Aku melihatnya lagi.. secara tiba-tiba.. setelah aku melewati saat-saat menyakitkan, lalu aku mendengar teriakan banyak orang, dan melihat tubuhku yang hancur, berlumuran darah, dan sudah tidak berbentuk lagi. Aku menoleh dan mendapatinya berdiri kaku dibelakangku. Dia.. cinta pertamaku, teman semasa kecilku, yang setauku dia sudah mati beberapa tahun lalu karena kecelakaan lalu lintas, tertabrak bus dan terpental beberapa meter. Sekarang aku melihatnya lagi, entah bagaimana caranya. Atau aku sudah mati? dan berada di dunia yang sama dengannya?

20120927

Buat Tugas Konstruk

-by mayachan-

















ini buat tugas konstruk, buat orang-orang yang malas keluar rumah untuk kerja kelompok.. :D

20120922

Cerita Lelaki

-by mayachan-

"Jadi, may, ini kucing aku, lucu kan?" Seorang laki-laki menyodorkan blackberrynya menunjukan gambar seekor kucing kecil berwarna abu meringkuk tidur dengan nyaman di lantai. "Ih, lucu banget!" aku menjawab antusias seperti baru pertama kali lihat kucing lucu, padahal dimataku semua kucing itu lucu.
"Tapi ini mati kemarin, mau liat burung elang punya raka, gak?" aku menjawab dengan anggukan singkat. Dia mencari-cari gambar di ponsel itu, lalu menyodorkan ponselnya lagi seperti tadi. Gambar seekor burung elang berwarna coklat berdiri tegap di tangan pemiliknya. "Ih keren!" lagi-lagi aku memberikan ekspresi antusias. "Yang ini kabur, mau lihat tupai punya raka, gak?".
 "Tupainya masih ada di rumah raka, gak?" .
 "Masih, kalau tupai masih ada"
"Ya udah aku mau lihat"
Sekarang gambar tupai sekepal tangan, bermata besar, berbuntut panjang itu memenuhi layar ponsel.
"Raka pengen pelihara sugar glider, maya tau gak?"
"Iya tau, tapi aku lebih kepingin pelihara burung hantu"
"Pelihara aja, mau Raka cariin, gak?
"Gamau, gamau ngasih makan.. makannya jangkrik, aku geli sama jangkriknya"
Begitulah pembicaraan yang tidak begitu panjang dan penting sore itu, di kampus, waktu nongkrong sama anak-anak dkv di tribun basket. Disaat teman sejurusanku sudah pulang, menyimpan tenaga untuk kuliah dikeesokan hari, aku lebih memilih untuk diam menikmati angin di tempat ini, mendengarkan cerita banyak orang sampai sekitar jam 7 malam, baru pulang.
"Maya, hayu temenin aku makaaan" suara laki-laki lain yang badannya lebih besar tiba-tiba terdengar setelah curhatan Raka tentang dunia fauna selesai. Nah, mahluk yang hobbynya main basket dan makan ini ceritanya banyak, waktu ceritanya juga beragam, biasanya sore-sore dia minta temenin makan, terus sambil makan dia bakal cerita, kemarin, aku harus mendengarkan ceritanya di telepon selama satu setengah jam. Ceritanya macem-macem walaupun paling banyak tentang mantannya, maklum lah, namanya juga belom move on, baru putus, sih.
"Gimana sih, cewe itu ngebingungin!" dari nada bicaranya, terdengar ini suara seseorang yang sedang kebingungan "alfi, kamu kurang ini, kamu kurang itu, kamu ga dewasa" dia menirukan suara orang lain, sementara aku hanya diam sambil menganggukan kepala tanda mengerti walaupun yang aku tau dia tidak akan lihat karena ini di telepon. "kenapa sih cewe  ga bisa ngertiin cowo?!" nada bicaranya makin tinggi. Sepertinya dia lupa dia sedang berbicara dengan seorang perempuan.
Haduh, macam-macam deh ceritanya, ada juga yang tiba-tiba curhat tentang wall climbing di eiger cihampelas, padahal itu sekitar jam 11 malam.
 "Kamu harus coba, may!"
"Aku gamau, dim, ntar turunnya gimana, kalo kaya pas dulu pramuka aku gamau ah" kataku sambil mengingat kejadian aku menangis di ketinggian 12 meter dan berteriak "aku gamau turun! gamau! gamau! naik lagii ajaa!!"
"tenang aja, kalo di sini yang ngatur turunnya  bilayernya, jadi pelan-pelan, jadi bisa liat bandung dari atas, kayak di TSB"
"Ya udah , kapan-kapan aku coba"
Entah kenapa, aku memang cenderung lebih senang mendengar curhatan anak laki-laki dari pada perempuan. Menurut aku, yang keluar dari mulut mereka itu murni, bukan drama, walaupun kadang ada laki-laki yang cerita atau berbicara tentang kejujuran dengan sentuhan drama, dan itu benar-benar tidak menarik untuk didengar. Tanpa sadar aku memperhatikan perilaku dan gerak-gerik mereka. Pantas saja mudah untukku untuk mencintai seorang lelaki, menurutku mereka sangat menarik, dan memang lebih menarik kalau bisa memiliki seorang dari mereka, beserta kebiasaan dan kejadian uniknya. aku senang melihat mereka antusias menunjukkan sesuatu, yang biasanya ditolak oleh perempuan lain, namun bisa kuterima dengan baik. Seperti Ian yang tiba-tiba memperdengarkan lagu yang benar-benar full of scream, setengah alternative, setengah heavy metal. "Ini may, video pas jaman-jamannya alternative, digabungin heavy metal, kadang ada disconya"
Aku ngangguk-ngangguk bingung mau komentar apa. Sementara yang lain berkomentar "Itu nyanyi apa sih, pusing". Kenapa aku ga pusing? Percaya deh, aku pernah di anterin pergi sama cowo yang nyetel lagu beginian keras-keras, dan aku fine-fine saja disaat orang lain menutup telinga, ngomel-ngomel lebih berisik dari teriakan vocalis. menurut aku heavy metal itu ekspresi kekesalan atau amarah seseorang, kalau yang protes dengerin lagu kaya gini, mungkin karena mereka punya pelampiasan lain kalau lagi marah. "May, ini papercraft buatan aku, aku bikin papercraft satu kota selebar kamar, ni fotonya ceritanya lagi tabrakan keretanya" Fatin ga mau kalah ikut pamer setelah Ian selesai menjelaskan pelajaran musik metalnya. "Iya, iya, bagus, aku belom pernah bikin sampai seserius itu!" . Yup, hobby dan ketertarikan kami para wanita dan lelaki memang berbeda.

Pernah di suatu sore pas lagi ngumpul, aku datang dengan kuku jari berwarna silver, habis manggung kemarin."Kamu ngapain sih tangannya dikutek-kutek gitu!" Alfi sewot. Dia emang paling sewot kalo ada cewe dandan, apalagi, bedakan, pake blush on. "Putih palsu tau, gak" katanya sambil nunjuk muka Ghia si anak design produk yang tak pernah melepaskan makeup dari wajahnya, hingga menobatkan makeup sebagai benda pertolongan pertamanya ketika mendapat masalah. "suka-suka orang dong!" kata Ghia membela diri. Benda koleksi juga termasuk perbedaan, kan? Senang kalao ada cowo menjelaskan barang koleksinya kepadaku, dari mulai lagu alternativenya radea, temen SMAku, papercraftnya Fathin, gundam punya Reksa dan kakaknya Dimas, sampai game. Mereka amaze sendiri melihat koleksi robot rakitan gundam berbagai tipe yang berjajar rapih di rak kamarku. "Kamu kan cewe, kok suka gundam?" kata Fathin nyeletuk disaat aku menjelaskan tentang gundam-gundam ini. Aku cuman bisa ketawa sambil bertanya dalam hati "Is that a weird things?" . Ian malah bingung lihat poster Need For Speed di salah satu dinding kamar. "kamu main NFS?"
"Semua, kecuali the Run karena baru di instal"
well aku bisa melihat ekspresi kaget dari raut mukanya. Aku memang cenderung lebih senang bergaul dengan laki-laki dibanding perempuan, seperti yang dari tadi kuceritakan, menurutku mereka mengasikan! Walaupun setengah dari ketertarikanku pada dunia harus diambil alih oleh hal-hal berbau maskulin, tapi aku jadikan semuanya sebagai suatu hal pembelajaran, aku jadi tau banyak tentang parkour dari Dimas, basket dari Alfi, tentang hewan dari Raka, Fathin dan Ian yang happy banget bercerita tentang musik.. Aku juga senang bisa bagian dari hidup mereka, orang yang mereka percaya untuk berbagi. Bagian menarik dari hidup, bukan?


Aku duduk di Tribun lapangan basket kampusku, menikmati angin dan suara gesekan tanaman bambu yang melenggak-lenggokkan batang tipisnya, mengikuti irama lagu yang keluar dari headset di telingaku. Aku membaca buku yang baru saja tadi kupinjam dari temanku. "Maya, dengerin cerita aku" kata Alfi sambil menidurkan kepala dengan rambut 2cmnya di pahaku.  Aku menutup buku dan melepas headset dari telingaku. "Iya, aku dengerin"